SERANG,TOPmedia – Juru bicara (Jubir) fraksi Partai Golkar DPRD Banten, Fitron Nur Ikhsan mengatakan, sangat tidak etis jika pembentukan sebuah produk hukum daerah, hanya berdasarkan kewenangan saja, seperti saat ini tengah dibahas, DPRD Banten mengusulkan tiga Raperda baru dan mendapatkan kritikan dari Gubernur Banten, Wahidin Halim.
Menurut Fitron, seharusnya Pemprov Banten bisa melihat kepada dampak dan manfaatnya yang diberikan kepada masyarakat, apabila Raperda usulan DPRD Banten tersebut jadi disahkan menjadi Perda.
"Kuncinya adalah, panitia khusus (Pansus) dapat memiliki terobosan pengaturan yang dapat menjadikan pembangunan pesantren dapat berkualitas, dan memiliki keunggulan kompetitif serta menjadi kearifan lokal. Demikian pula pengelolaan zakat agar dapat memberikan nilai lebih sebagai aspek penguatan sumberdaya masyarakat," kata Fitron, pada pembacaan pandangan umum fraksi Golkar DPRD Banten, Selasa (23/3/2021).
Untuk diketahui, DPRD Banten sebelumnya mengusulkan Raperda pemberdayaan masyarakat dan desa, Raperda perubahan perda nomor 4 tahun 2004 tentang pengelolaan zakat dan Raperda fasilitasi pondok pesantren agar bisa menjadi Perda.
Usulan Raperda tersebut sebelumnya mendapat kritikan dari Gubernur Banten, Wahidin Halim, agar ketiga Raperda tersebut dapat dikaji ulang, khawatir akan terjadi tumpang tindih dengan produk hukum lainnya. Atas kondisi itu, sambung Fitron, pihaknya menegaskan, jika DPRD Banten sangat paham bentul mana-mana saja yang menjadi kewenangannya.
Baca: 3 Raperda Usulan DPRD Banten Dikritik Gubernur, Fitron: Perlu Terobosan Baru
Baca:Pemprov Banten Diminta Tidak Ketergantungan Dana Pinjaman PT. SMI
Terlebih, kata Fitron, ketiga Raperda tersebut adalah murni masukan dari masyarakat. Sehingga tidak ada alasan bagi fraksi partai Golkar DPRD Banten harus mengabaikan aspirasi dari masyarakat tersebut.
"Terlebih ini aspirasi yang datangnya dari para alim ulama dan kiayi di Provinsi Banten," katanya. Menurutnya, tingginya bentang jarak antara sekolah negeri dan swasta, jauhnya lokasi masyarakat dengan sekolah. Disisi lain, masih banyak ponpes yang belum menyelenggarakan pendidikan formal ditempatnya masing-masing, terutama setingkat SMA/SMK.
Sehingga, sambung Fitron, Pemprov Banten seharusnya bisa mengambil kesempatan dan menggali potensi dan solusi dari beberapa fakta tersebut.
"Sehingga kita tidak lagi terjebak dengan masalah mahalnya pembebasan lahan, dan tidak murahnya pembangunan unit sekolah baru (USB). Apabila kita memiliki pengaturan yang kreatif, sehingga mensinergikan antara keberadaan antara ponpes dengan kebutuhan kita untuk menambah unit sekolah baru yang dapat disinergikan dengan pengaturan-pengaturan yang kreatif," katanya.
Hadirnya Perda fasilitasi ponpes dengan pengaturan-pengaturan yang kreatif inilah, sambung Fitron, akan menjadi celah yang sinergi dan tidak harus bertabrakan dengan kewenangan.
"Sehingga yang pada intinya, fraksi golkar sepakat perlu adanya pembahasan komprehensif yang dalam pembahasannya melibatkan seluruh steak holder yang memiliki peran, harapan. sehingga kita dapat menemukan betaa kayanya masyarakat kita dengan solusi-solusi dengan masalah yang mereka rasakan," tegasnya.(Den/Red)