TOPMEDIA.CO.ID – Terkait adanya isu 198 pondok pesantren (ponpes) di Indonesia yang diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdhani mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan BNPT untuk mendapat data dan memverifikasi hal tersebut.
Verifikasi tersebut perlu dilakukan, untuk memastikan bahwa nama-nama lembaga dalam data BNPT tersebut adalah pesantren.
“Verifikasi juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah nama yang terdata BNPT itu adalah pesantren yang memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama,” tegas Dhani, seperti dikutip pada halaman Kemenag.go.id, Kamis (3/20).
Baca Juga: Heboh Tenaga Honorer Akan Dihapus, Hari Ini BKD Banten Disambangi Orang
Menurutnya, saat ini, sudah lebih kurang 36 ribu pesantren yang terdata memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama. Meski belum semuanya memiliki izin dari Kemenag.
“Karena itu, kami perlu klarifikasi dengan BNPT untuk memastikan data itu apakah semuanya pesantren yang terdaftar atau tidak,” tuturnya.
Klarifikasi dan verifikasi penting dilakukan untuk memastikan pesantren yang teridentifikasi BNPT itu apakah memenuhi arkanul ma’had (rukun pesantren) atau tidak.
“Jika tidak terdaftar dan tidak memenuhi arkanul ma’had, tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren,” tegasnya.
Baca Juga: Buruh Minta PP 36 Segera Direvisi, Termasuk Minta Gubernur Gunakan Hak Diskresi
Pihaknya pun siap memberi sanksi tegas, apabila ditemukan ada ponpes yang terafiliasi dengan jaringan terorisme.
“Jika teridentifikasi ada pesantren yang terdaftar dan terbukti berafilisasi dengan jaringan terorisme, tentu kita beri sanksi tegas hingga pencabutan izin,” sambungnya
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Waryono Abdul Ghafur merinci unsur-unsur minimal pesantren yang disebut sebagai arkanul ma’had. Rukun pesantren itu terdiri atas kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.
“Faktanya, dari sejumlah nama yang disebut BNPT, setelah kami cek, tidak semua masuk kategori pesantren. Makanya, kami koordinasi lebih lanjut dengan BNPT agar ada kesamaan data,” ucapnya.