Penulis: Ade Sofatullah (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Di era media sosial saat ini, penyelesaian kasus hukum tampaknya tidak lagi hanya bergantung pada mekanisme formal, tetapi juga pada seberapa besar perhatian publik yang berhasil didapatkan.
Sebuah fenomena baru muncul: kasus yang viral di media sosial sering kali mendapatkan prioritas penanganan lebih cepat oleh pihak berwajib dibandingkan kasus-kasus lain yang tidak terekspos.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah media sosial kini menjadi alat pemantik keadilan, atau justru cermin kegagalan sistem hukum formal kita?
Baca Juga: Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Hukum Internasional
Media sosial telah menjadi platform yang memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami. Banyak kasus yang awalnya terabaikan oleh aparat hukum akhirnya mendapat perhatian setelah viral.
Misalnya, kasus kekerasan, pelecehan, atau penyimpangan hukum lainnya sering kali baru diusut tuntas setelah publik memberi tekanan melalui media sosial.
Fenomena ini menunjukkan dua sisi yang kontras. Di satu sisi, media sosial membantu korban mendapatkan keadilan. Namun, di sisi lain, hal ini mengungkapkan kelemahan dalam sistem hukum yang seharusnya bertindak tanpa perlu adanya tekanan dari masyarakat.
Baca Juga: PK se-Kota Serang Solid Rekomendasikan Fauzan Dardiri Maju di Musda VI KNPI
Salah satu dampak negatif dari ketergantungan pada media sosial adalah munculnya kesan bahwa keadilan bersifat selektif.
Tidak semua korban memiliki akses atau kemampuan untuk membuat kasus mereka viral.
Ini berarti banyak kasus yang tetap terabaikan karena tidak mampu menarik perhatian publik. Akibatnya, keadilan menjadi eksklusif, hanya untuk mereka yang memiliki "dukungan massa" di dunia maya.
Baca Juga: Seskab Teddy Bantah Erdogan Walk Out saat Prabowo Berpidato: Klarifikasi Lengkap
Jika tren ini terus berlanjut, kredibilitas sistem hukum kita bisa semakin dipertanyakan. Masyarakat mungkin kehilangan kepercayaan pada institusi hukum dan lebih memilih mengandalkan opini publik di media sosial.