TOPMEDIA - Dampak dari kekeringan yang berlangsung beberapa bulan terakhir menyebabkan masyarakat sejumlah wilayah di Indonesia kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Salah satunya di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Sebagai bentuk ikhtiar spiritual mengetuk pintu langit, sukarelawan Mak Ganjar bersama emak-emak Kabupaten Lebak melakukan doa bersama memohon hujan pada Sabtu (23/9/23).
Agenda yang berlangsung di Kampung Oteng Sabrang, Desa Padasuka, Kecamatan Warung Gunung, Kabupaten Lebak, Banten itu diikuti oleh ratusan emak-emak yang berharap agar ketersediaan air bersih dapat kembali seperti semula.
Baca Juga: Bersihkan Penumpukan Sampah di Aliran Sungai Cibanten, Walikota Serang Tegaskan Jangan Buang Sampah
Doa tersebut terselip dalam kegiatan bertajuk "dzikir akbar dan doa bersama untuk kemenangan bapak Ganjar Pranowo" yang digelar Mak Ganjar Banten.
"Jadi tadi ada doa (mohon) hujan juga supaya tidak ada musibah kemarau kepanjangan di sini karena memang di mana-mana daerah semua kekeringan dan kesulitan air," ucap Koorwil Mak Ganjar Banten, Siti Hani usai kegiatan.
Mereka pun menunduk khusyuk, memejamkan mata seakan tenggelam dalam doa, dan memohon agar hujan dapat segera turun memberikan sumber kehidupan bagi makhluk hidup.
Baca Juga: Nelayan di Serang Antusiasme Dapat Bantuan Sukarelawan Ganjar
Hani –begitu sapaannya– menjelaskan doa minta hujan merupakan bentuk keprihatinan juga kepedulian Mak Ganjar atas fenomena kekeringan dan krisis air akibat dampak perubahan iklim kemarau 2023 atau El Nino.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Badan Pensnggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten telah menetapkan status darurat kekeringan untuk wilayah Provinsi Banten sejak 19 September 2023.
Diketahui, delapan Kabupaten dan Kota di Banten sudah merasakan dampak dari El Nino. Kabupaten Lebak pun disebut menjadi wilayah terdampak kekeringan terparah, disusul Kabupaten Serang.
Baca Juga: 7 Lokasi Spot Mancing di Wilayah Provinsi Banten, Rekomendasi Untuk Pecinta Maning
Hani berharap masalah kekurangan air akibat kekeringan ini segera berakhir sehingga masyarakat dapat menikmati air bersih seperti sedia kala.
Juhariah (52) salah satu peserta mengaku gelisah atas musibah kekeringan dan krisis air yang telah melanda wilayah tempat tinggalnya selama berbulan-bulan.
Dia yang juga tinggal di Kampung Oteng Cepu, Desa Padasuka ini biasanya mengambil air keperluan memasak dan mandi dari musala. Sementara, untuk konsumsi harian dirinya perlu merogoh kocek senilai Rp5000 per galon.