Tata Kota Dinilai Buruk, Cilegon Masih Dalam Ancaman Banjir

photo author
- Senin, 15 Februari 2021 | 21:39 WIB
Suasana banjir yang kerap melanda di jalan protokol kota cilegon persis di depan Mapolres Cilegon. (Firasat/Topmedia)
Suasana banjir yang kerap melanda di jalan protokol kota cilegon persis di depan Mapolres Cilegon. (Firasat/Topmedia)

CILEGON, TOPmedia – Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Nusantara Lestari Badar Jalali (LPLH-NLBJ) Kota Cilegon menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon gagal dalam mengatasi persoalan banjir. Pasalnya, tata kelola yang dilakukan keluar dari haluan dan justru menjadi lebih buruk. 

"Kebijakan pemerintah daerah dalam hal pembangunan mengabaikan nilai-nilai tata kota, sehingga menimbulkan dampak dari pembangunan itu sendiri," Kata Pembina LPLH-NLBJ, Sehu kepada wartawan, Senin (15/2/2021).

Menurutnya, pokok-pokok utama dalam tata kota dapat dilihat dengan adanya drainase, jalan, hidran, serta kebersihan, termasuk tempat pembuangan sampah akhir yang ada di kota. Dalam hal pembangunan, dikatakan Sehu, pemerintah wajib menjaga saluran dan resapan air sebagai pendukung laju pembangunan. 

"Setiap kali yang ada di wilayah wajib memiliki turap (kontruksi penahan tanah untuk mencegah banjir) dengan panjang minimal 1 hingga 5 km, untuk tujuan menjaga aliran air. Namun yang terjadi, sungai-sungai semakin mengecil, drainase terputus dan hilangnya resapan - resapan air. Dulu, Cilegon memiliki sungai-sungai besar yang sambungannya langsung ke laut. Karena dampak pembangunan industri dan tata kota yang buruk, maka drainase - drainase besar dan resapan menjadi korban, imbasnya banjir tak terkendali hingga saat ini," tuturnya.

Lanjut Sehu, jika pemerintah kota menginginkan persoalan banjir teratasi, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah kembali pada haluan yakni berpegang pada UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.

"Itu mengatur tentang sumber daya air dan sungai atau kali yang mendefinisikan bahwa sungai maupun kali sebagai alur atau wadah air alami atau buatan berupa jaringan pengaliran air. Terputusnya saluran air dari hulu hingga hilir yang menjadikan persoalan banjir menjadi tidak terkendali dan semakin meluas. Karena pemerintah terfokus pada pembangunannya saja, sementara bagaimana dampaknya luput dari perhatian," ucapnya.

Kendati demikian, dikatakan Sehu, pemerintah harus mengembalikan pemetaan wilayah. Karena setiap kota atau wilayah secara tata kota memiliki pemetaan wilayah.

"Kita ambil contoh Kali mulai dari kali Kalong menuju Metro hingga Terate, penyempitannya di mana? Kalau kita lihat kali makam balung sampai kali Kalong itu lebarnya masih efisien. Tapi setelah sampai di Jombang, pecah dan mulai terjadi penyempitan. Sebenarnya, air ini sudah mengingatkan kepada eksekutif dan legislatif, namun kelihatanya kurang mendapat perhatian," pungkasnya.(Firasat/Red)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

PWNU Banten Serukan Islah Terkait Konflik di PBNU

Selasa, 2 Desember 2025 | 15:24 WIB
X