Penulis : Restu Eben Ezer Ambarita (Mahasiswa Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Dalam beberapa bulan terakhir, serangkaian kasus penembakan yang diduga melibatkan oknum dari Partai Coklat kembali menjadi sorotan publik.
Insiden-insiden ini menciptakan gelombang kemarahan masyarakat yang kian mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dari partai tersebut.
Kasus terbaru, yang terjadi di sebuah kawasan perumahan elit, melibatkan seorang anggota partai yang disebut-sebut memiliki senjata api tanpa izin.
Baca Juga: Instruktur Safety Riding Honda Cerahkan Ratusan Ribu Masyarakat
Korban, seorang warga sipil yang tidak bersalah, terluka parah akibat insiden itu. Kendati pelaku sudah diamankan, publik tetap mempertanyakan integritas proses hukum yang akan dijalani.
Ini bukan pertama kalinya anggota Partai Coklat terlibat dalam kasus kekerasan. Dari kasus ini, publik menuntut transparansi keterbukaan.
Tuntutan terhadap transparansi semakin menguat ketika masyarakat mendapati bahwa beberapa kasus serupa sebelumnya kerap "hilang" di tengah jalan. Bahkan, beberapa pihak menilai ada upaya sistematis untuk melindungi pelaku demi menjaga citra partai.
Baca Juga: Reformasi Pemilu untuk Kualitas Demokrasi
Sikap partai sendiri dinilai ambigu. Pernyataan resmi yang dikeluarkan hanya sebatas permintaan maaf tanpa memberikan detail lebih lanjut tentang langkah investigasi internal.
Hal ini memicu anggapan bahwa partai lebih fokus menyelamatkan nama baik dibandingkan memprioritaskan keadilan.
Mengenai partai, hal ini bukan sekadar masalah individu. Permasalahan ini adalah cerminan budaya dalam partai itu sendiri. Seharusnya partai proaktif membongkar jaringan pelaku di internalnya.
Baca Juga: Peran Identitas Nasional dalam Menentukan Pembangunan Karakter Bangsa
Rentetan kasus ini telah menodai kepercayaan publik terhadap Partai Coklat. Masyarakat tidak hanya menuntut pengungkapan fakta secara terbuka, tetapi juga reformasi sistemik dalam tubuh partai agar kejadian serupa tidak terulang.