mahasiswa

Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Yang Hidup Hanya Anak Bungsu

Minggu, 15 Desember 2024 | 20:30 WIB
Penulisan: Kiki Carolina Manik (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang) (Topmedia.co.id/Istimewa)

Penulisan: Kiki Carolina Manik (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)

TOPMEDIA.CO.ID - Perampokan disertai pembunuhan itu terjadi di rumah korban, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Kamis (5/12/2024).

Yusa Cahyo Utomo (35), pelaku pembunuhan satu keluarga di Kabupaten Kediri meninggalkan anak bungsu korban hidup. Dalam keterangannya kepada penyidik, Yusa mengaku menghabisi nyawa tiga anggota keluarga yang merupakan kakak kandung, kakak ipar, dan keponakannya. 

Mereka adalah Agus Komarudin (38), Kristina (34), serta anak sulungnya Christian Agusta Wiratmaja Putra (14), Namun Yusa meninggalkan anak bungsu korban berinisial SPY (11) dalam kondisi masih hidup.

Baca Juga: Mengenai Tindakan Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Atas perbuatannya, Yusa dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.

Berita tentang pembunuhan satu keluarga di Kediri, di mana hanya anak bungsu yang dibiarkan hidup, ini adalah salah satu kejadian yang benar-benar mencengangkan dan mengguncang nurani. 

Bagaimana mungkin seorang manusia bisa melakukan tindakan sekeji ini? Pembunuhan ini tidak hanya mencerminkan hilangnya nilai kemanusiaan, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam, terutama bagi si anak bungsu yang menjadi satu-satunya yang selamat.

Baca Juga: Kasus KDRT yang Berulang, Pembunuhan Ibu dan Anak di Malang

dan ternyata orang yang membunuh adalah keluarga dia sendiri yang dimana si pembunuh ini ada di lingkungan atau disekitar si anak ini, bagaimana caranya si anak bungsu ini bisa melupakan kejadian tersebut walaupun sudah di bawa ke psikolog, kalo misalkan trauma itu muncul gimana cara untuk mengatasinnya?

Kasus ini adalah contoh paling nyata dari kebengisan yang terbungkus dalam kontradiksi. Pelaku membunuh seluruh keluarga tetapi membiarkan satu anak hidup atas dasar "kasihan." Kasihan? 

Kalau memang ada rasa kasihan, kenapa tidak mengurungkan niat untuk membunuh sama sekali? Tindakan ini adalah sebuah ironi—sebuah kebrutalan yang dicampur dengan rasa iba yang sama sekali tidak masuk akal. Membiarkan anak hidup mungkin dianggap oleh pelaku sebagai "tindakan baik," tetapi pada kenyataannya, anak tersebut kini menghadapi mimpi buruk yang mungkin akan menghantuinya seumur hidup.

Baca Juga: Kegunaan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) untuk Anak Sekolah

Anak bungsu yang selamat ini adalah korban yang akan menanggung beban psikologis paling berat. Ia bukan hanya kehilangan keluarganya, tetapi juga menjadi saksi hidup dari kebrutalan yang terjadi. 

Halaman:

Tags

Terkini

Ketika Keadilan Hanya Milik yang Mampu

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:55 WIB

Keadilan sebagai Hak, Bukan Kemewahan

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:51 WIB