Penulis: Ade Mulyani (Mahasiswa Universitas Pamulang PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang menjadi ancaman serius bagi hak asasi manusia, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
Dalam konteks Indonesia, TPPO sering kali dikaitkan dengan eksploitasi pekerja migran dan perdagangan seksual.
Meskipun pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, kasus TPPO terus terjadi, menunjukkan adanya kelemahan dalam pencegahan, penegakan hukum, dan perlindungan korban.
Baca Juga: Judi Online dan Mengapa Harus Diberantas
Kasus TPPO di Indonesia: Sindikat Eksploitasi Pekerja Migran
Salah satu kasus menonjol terjadi pada tahun 2023, ketika Polda Jawa Barat berhasil mengungkap jaringan perdagangan orang yang mengirim ratusan pekerja migran secara ilegal ke Timur Tengah, termasuk Arab Saudi.
Para korban, sebagian besar perempuan, dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi sebagai asisten rumah tangga. Namun, setibanya di negara tujuan, mereka menghadapi eksploitasi, kerja paksa, bahkan kekerasan fisik dan seksual.
Kasus ini mengungkap modus operandi pelaku yang menggunakan agen perekrutan ilegal dan dokumen palsu untuk mengelabui calon pekerja. Korban juga sering kali tidak memiliki akses bantuan hukum di negara tujuan, sehingga semakin sulit melindungi hak-hak mereka.
Baca Juga: Apresiasi Hasil Kajian Kerentanan Seismik dari BMKG, Pemkot Cilegon Waspada Potensi Bencana
Kendala dalam Penegakan Hukum
1. Lemahnya Pengawasan Agen Tenaga Kerja
Banyak kasus TPPO berawal dari agen tenaga kerja yang tidak resmi atau tidak terdaftar. Pemerintah belum sepenuhnya mampu mengawasi praktik perekrutan ilegal, terutama di daerah-daerah pedesaan, di mana masyarakat rentan menjadi korban tipu daya.
2. Koordinasi Antar-Lembaga yang Belum Maksimal