Konon partai berisi orang-orang ideologis memperjuangkan rakyat. Namun dalam partai, defisit pikiran lebih ditonjolkan dibandingkan kecakapan adu gagasan.
Demokrasi dalam hal ini menjadi wadah, perangkatnya harus jelas, ada rakyat, ada partai, satu lagi yang tak kalah penting: ada uang bin fulus.
Baca Juga: Tingkatkan Kualitas SDM, 20 Pemuda Tegalratu dan Kubangsari Dilatih Service AC
Uang jadi pelumas, partai jadi mesin, rakyat yang katanya punya kekuasaan tertinggi sebagai pemegang kendali, justru dikadali mesin (partai).
Demokrasi punya sisi lain, menumbangkan Sukarno jadi manusia biasa yang mati dalam pesakitan.
Demokrasi punya sisi lain, menumbangkan Suharto dengan dalih HAM. Demokrasi punya sisi lain di era Reformasi, melanggengkan presiden tanpa bisa diturunkan oleh sang pemilik kekuasaan (rakyat). Demokrasi punya sisi lain, melahirkan tirani berstelan ndeso.
Masih dalam era Reformasi, Demokrasi disematkan dengan Pancasila, jadilah Demokrasi Pancasila. Dua kata manis yang keluar dari mulut-mulut politisi, akademisi sekaligus mahasiswa sok kritis.
Demokrasi Pancasila katanya filosofi yang pas bagi bangsa. Dua kata itu, punya makna yang mendalam, sedalam pikiran kritis kita yang terkubur di liang lahat.
Konon, konsep Demokrasi Pancasila diakomodir dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 naskah asli sebelum perubahan, bunyinya kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR.
Baca Juga: Sambut Prabowo di NTT, Warga Kupang Optimistis dengan Program Makan Bergizi Gratis
Usai dirusak (amandemen), pasal itu berubah menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2). Mulai saat itu, MPR bukan lagi lembaga tertinggi melainkan sejajar dengan lembaga negara lainnya.
Di titik ini, Demokrasi melalui kepartaian merusak kedaulatan rakyat dengan melaksanakan pemilihan langsung. Alih-alih rakyat bebas memilih, justru uang yang disodorkanlah yang mengendalikan pilihan.
Konon lagi, Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 versi amandemen (rusak) sekarang.
Baca Juga: Pasangan Calon Walikota Serang Budi-Agis Sidak Kantor Bapedda?