Sekilas Sejarah Maulid Nabi Dan Tradisinya

photo author
- Selasa, 19 Oktober 2021 | 06:11 WIB
Masjidilaqsa atau dome of the rock (Foto : https://www.art.com)
Masjidilaqsa atau dome of the rock (Foto : https://www.art.com)

SERANG, TOPmedia – Arti kata Maulid dalam KBBI, maulid/ma·u·lid/ n 1 hari lahir (terutama hari lahir Nabi Muhammad saw.): memperingati -- Nabi Muhammad saw.; 2 tempat lahir; 3 (peringatan) hari lahir Nabi Muhammad saw.: acara -- akan diisi dengan ceramah; bulan -- , bulan Rabiulawal;-- Rasul hari lahir Rasul (untuk Nabi Muhammad saw. Sedangkan menurut arti Istilah  “Maulid”  bagi  kalangan  Muslim  Indonesia  tidaklah  asing.  Secara etimologi, istilah “Maulid” berasal dari bahasa Arab –Walada Yalidu Wiladan– yang berarti kelahiran. Kata ini biasanya disandingkan atau dikaitkan dengan Nabi Muhammad saw. Secara historis Sosiologis tanggal kelahiran Rosulullah tidak diketahui secara pasti. Bahkan, sebagian ahli sejarah di masa kini yang mengadakan penelitian  menyatakan  bahwa  tanggal  kelahiran  Nabi  Muhammad  9  Rabi’ul Awal, bukan 12 Rabi’ul Awal.

Setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah, di seluruh dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim diperigati Maulid nabi. Yang menarik justru Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Hal ini disebakan karena mayoritas muslim Arab Saudi menganut  paham wahabi dominan termasuk salaf dan pemahaman taliban.

 

Perayaan  Maulid Nabi seperti ini dianggap bid’ah. Perayaan  Maulid  Nabi  merupakan  tradisi  yang  berkembang  di  masyarakat  Islam  beberapa  waktu  setelah  Nabi  Muhammad  wafat.  Peringatan  tersebut  bagi  umat  muslim  adalah  penghormatan  dan  pengingatan  kebesaran  dan  keteladanan  Nabi  Muhammad  dengan  berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual dan keagaamaan.

Meski  sampai  saat  ini  masih  ada  kontroversi  tentang  peringatan  tersebut  di  antara  beberapa  ulama  yang  memandang  sebagai  Bidah  atau bukan Bidah. Tetapi saat ini maulid nabi diperingati secara luas di seluruh  dunia  termasuk  tradisi  budaya  Indonesia.  Semangatnya  justru  pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah keislaman.

Menurut sejarah, ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya tradisi Maulid. Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah. Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi (wafat 902 H). Kedua,  Maulid  diadakan  oleh  khalifah  Mudhaffar  Abu  Said  pada  tahun  630 H yang mengadakan acara Maulid besar-besaran. Saat itu, Mudhaffar sedang  berpikir  tentang  cara  bagaimana  negerinya  bisa  selamat  dari  kekejaman Temujin yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227 M.) dari Mongol. Jengiz Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi  menguasai  dunia. 

Untuk  menghadapi  ancaman  Jengiz  Khan itu Mudhaffar mengadakan acara Maulid. Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam. Dalam acara Maulid itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring  makanan.  Acara  ini  menghabiskan  300.000  dinar  uang  emas.  Kemudian,  dalam  acara  itu  Mudhaffar  mengundang  para  orator  untuk  menghidupkan  nadi  heroisme  Muslimin.  Hasilnya,  semangat  heroisme  Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng kokoh Islam.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia  mengimbau  umat  Islam  di  seluruh  dunia  agar  hari  lahir  Nabi  Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.

Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk  mengimbangi  maraknya  peringatan  Natal  oleh  umat  Nasrani,  Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun  Salahuddin  ingin  agar  perayaan  maulid  nabi  menjadi  tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan Idul Adha. Akan tetapi

Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga  tidak  dapat  dikategorikan  bid`ah  yang  terlarang.  Ketika  Salahuddin  meminta  persetujuan  dari  Khalifah  An-Nashir  di  Bagdad,  ternyata  khalifah  setuju.  Maka  pada  ibadah  haji  bulan  Zulhijjah  579  Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada  seluruh  jemaah  haji,  agar  jika  kembali  ke  kampung  halaman  masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja  berada,  bahwa  mulai  tahun  580  Hijriah  (1184  Masehi)  tanggal  12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah  satu  kegiatan  yang  diadakan  oleh  Sultan  Salahuddin  pada  peringatan  maulid  nabi  yang  pertama  kali  tahun  1184  (580  Hijriah)  adalah  menyelenggarakan  sayembara  penulisan  riwayat  Nabi  beserta  puji-pujian  bagi  Nabi  dengan  bahasa  yang  seindah  mungkin.  Seluruh  ulama  dan  sastrawan  diundang  untuk  mengikuti  kompetisi  tersebut. 

Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi. Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang  Salib  bergelora  kembali.  Salahuddin  berhasil  menghimpun  kekuatan,  sehingga  pada  tahun  1187  (583  Hijriah)  Yerusalem  direbut  oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Di  Indonesia,  perayaan  maulid  nabi  disahkan  oleh  negara  sebagai  hari  besar  dan  hari  libur Nasional.  Perayaan  maulid  Nabi  diselenggarakan  di  surau-surau,  masjid-masjid,  majlis  ta’lim  dan  di  pondok-pondok  pesantren  dengan  beragam  cara  yang  meriah  dan  dengan  sejumlah  acara,  antara  lain  ;  khitanan masal, pengajian.dan berbagai perlombaan. Malam hari tanggal 12  Maulid  merupakan  puncak  acara.  Biasanya  mereka  membaca  sirah  nabawiyah (sejarah hidup Nabi sejak kelahiran sampai wafatnya), dalam bentuk  prosa  dengan  cara  berganti-ganti  dan  kadang-kadang  dengan  dilagukan. Masyarakat di setiap daerah memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung tersebut. Meskipun seringkali tidak ada hubungan langsung antara kelahiran Nabi Muhammad dan upacara yang mereka lakukan.

Di kota Serang, perayaan maulid nabi bernama Panjang  Mulud, sebuah  tradisi  perayaan di  tengah Kota.  Panjang  Mulud  berupa syukuran atas hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Biasa disebut juga Maulidan. Budaya  Panjang  Mulud  bagian dari  tradisi  masyarakat. Perayaan maulid merupakan bagian dari atraksi wisata perkotaan berbasis masyarakat lokal. Dengan adanya Pandemi Covid-19 perayaan Panjang Mulud ditiadakan untuk sementara waktu. Sebelum Pandemi, Panjang Mulud berupa ragam suguhan budaya yang terintegrasi dan menarik lewat penamaan acara Festival Panjang Mulud. Perayaan ini adalah salah satu cara pelestarian budaya, keagamaan, sosial dan gotong royong, Pemerintah Kota Serang. Kota Serang  identik dengan Jawara, santri dan  ulama.  Kental  dengan  budaya  yang  tidak terlepas  dari  pengaruh  keagamaan Islam  peninggalan Kesultanan Banten. (FF/Red)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Administrator

Tags

X