TOPmedia – 14 Februari menjadi tanggal dan hari yang dinanti oleh sebagian pihak. Hari yang diklaim dan dianggap sebagai hari perwujudan cinta kasih seseorang. Hari kasih sayang yang dipopulerkan oleh orang-orang barat dengan sebutan “Valentine’s Day”.
Momen ini pun menjadi amat masyhur dan merebak di negeri kita ini. Seperti bukan hal asing saat menjelang bulan Februari, di berbagai tempat mulai dari toko-toko, hotel-hotel, organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok kecil, berlomba-lomba menawarkan dan menyuguhkan acara serta kegiatan untuk merayakan Valentine. Ditambah lagi dengan berbagai media baik cetak maupun elektronik yang turut menggambarkan betapa “wah”nya hari tersebut.
Fakta di lapangan begitu terang membuktikan bahwa ternyata penerapan kasih sayang di “hari kasih sayang” bukan sekedar yang diperkenankan seperti suami kepada istri, orang tua kepada anak, kakak kepada adik, namun kasih sayang muda-mudi yang masih belum jelas “label kehalalannya” turut andil meramaikan. Walhasil, dampak negatif akhirnya yang muncul. Awalnya pemberian hadiah berupa bunga mawar, coklat atau kartu ucapan hingga berujung tindakan nan memalukan. Mulai dari berpesta, minum-minum yang memabukkan sampai tingkat perzinaan. Semuanya atas nama cinta dan kasih sayang, ujar mereka.
Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati Allah, berbicara tentang sejarah Valentine, ada berbagai versi menceritakan tentang asal mula ajaran ini.
Terlepas banyaknya versi tentang asal muasalnya, namun bisa dipastikan bahwa ini bukan berasal dari Islam. Acara ini bisa dikatakan sebagai sebuah tradisi dan adat kebiasaan suatu kaum yang bernuansa Kristiani. Jika demikian keadaannya, maka pantaskah bagi seorang muslim untuk turut serta di dalamnya?!
Sekelumit Keadaan Kita
Jika kita sejenak melihat realita yang ada, mungkin kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada beberapa keadaan ataupun kelompok dalam menyikapi acara kasih sayang ini;
1. Yang ikut merayakannya.
Kelompok pertama ini sepertinya menjadi kelompok mayoritas, tidak hanya di negeri kafir, namun di negeri kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam pun turut serta merayakannya. Tentu hal ini sangat disayangkan.
Sejatinya, telah menjadi suatu hal yang diketahui dan disepakati umat Islam bahwa hari raya di dalam Islam hanya dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya maka itu merupakan perayaan yang tidak dituntunkan bagi kaum muslimin untuk merayakannya. Yang demikian ini karena melanggar batasan-batasan Allah. Terlebih lagi jika perayaan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir. Disamping perbuatan tersebut bukan dari Islam, juga sebagai bentuk penyerupaan (tasyabbuh) kepada mereka (orang kafir). Padahal Islam melarang yang demikian itu. Di dalam sebuah hadits, baginda Nabi bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بÙقَوْم٠ÙÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ù…ÙنْهÙمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud no. 4033 dari shahabat Abdullah bin Umar)
2. Yang ikut meramaikannya
Kelompok kedua ini tidak sedikit jumlahnya. Memang mereka tidak terjun langsung merayakan, namun andil mereka dalam membantu meramaikan tidak bisa dipandang sebelah mata. Seperti menyiapkan dan menyediakan bunga, makanan, minuman, kartu ucapan, souvenir, menyewakan tempat dan peralatan serta yang lainnya untuk acara valentine. Bagi seorang muslim, yang demikian ini adalah suatu hal yang tidak diperkenankan. Mengapa? karena termasuk sikap saling tolong menolong di atas dosa dan pelanggaran terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah telah memperingatkan kita tentang hal ini dalam sebuah ayat-Nya;
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (al-Maidah: 2)