TOPmedia - Hukum asal dalam syariat Islam bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain. Orang tua tidak menanggung dosa yang diperbuat oleh anak-anaknya; jika orang tua tidak punya peran, andil, dan tidak menjadi sebab atas kemaksiatan anaknya. Lebih-lebih kalau orang tua sudah meninggal dunia.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
وَلا ØªÙŽÙƒÙ’Ø³ÙØ¨Ù ÙƒÙÙ„ÙÙ‘ Ù†ÙŽÙْس٠إÙلا عَلَيْهَا وَلا ØªÙŽØ²ÙØ±Ù ÙˆÙŽØ§Ø²ÙØ±ÙŽØ©ÙŒ ÙˆÙØ²Ù’رَ Ø£ÙØ®Ù’رَى
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Al-An’am: 164)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di Haji Wada’,
ألا لا يجني جان إلا على Ù†ÙØ³Ù‡ØŒ لا يجني والد على ولده، ولا مولود على والده
“Ingatlah, tidaklah seseorang berbuat kejahatan kecuali kejahatan itu ditanggungkan atas dirinya, kejahatan orang tua tidak bisa ditimpakan ke anaknya, dan kejahatan anak tidak bisa ditimpakan ke bapaknya.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Namun, kedua orang tua saat hidupnya wajib mendidik anak mereka dengan baik. Orang tua wajib memahamkan syariat kepada anak-anaknya dan menanamkan akhlak mulia pada diri mereka. Jika mereka melalaikan tanggungjawab ini maka mereka akan mendapat dosa atas maksiat anaknya karena kelalaiannya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا Ø£ÙŽÙŠÙّهَا الَّذÙينَ آمَنÙوا Ù‚Ùوا Ø£ÙŽÙ†ÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ وَأَهْلÙيكÙمْ نَاراً ÙˆÙŽÙ‚ÙودÙهَا النَّاس٠وَالْØÙجَارَةÙ
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. Al-Tahrim : 6)
Ali bin Abi Tahlib Radhiyallahu 'Anhu -dalam ayat di atas- menjelaskan tentang kewajiban orang tua atas anak-anaknya mencakup kewajiban mengajari anak tentang Islam dan mendidik mereka dengan akhlak mulia.
Mujahid berkata, “Ajarkan ke mereka apa-apa yang bisa menyelamatkan mereka dari neraka.”