TOPmedia - Ulama sepakat atas keharaman praktik suap atau uang sogok (risywah) dalam bentuk apapun. Sejumlah dalil agama jelas mengecam praktik suap sebagaimana Al-Baqarah ayat 188 berikut ini:
وَلَا تَأْكÙÙ„Ùوا أَمْوَالَكÙمْ بَيْنَكÙمْ Ø¨ÙØ§Ù„ْبَاطÙÙ„Ù ÙˆÙŽØªÙØ¯Ù’Ù„Ùوا بÙهَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْØÙÙƒÙ‘ÙŽØ§Ù…Ù Ù„ÙØªÙŽØ£Ù’ÙƒÙÙ„Ùوا ÙَرÙيقًا Ù…Ùنْ Ø£ÙŽÙ…Ù’ÙˆÙŽØ§Ù„Ù Ø§Ù„Ù†Ù‘ÙŽØ§Ø³Ù Ø¨ÙØ§Ù„Ù’Ø¥ÙØ«Ù’م٠وَأَنْتÙمْ تَعْلَمÙونَ
Artinya, “Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui,” (Al-Baqarah ayat 188).
Selain Al-Quran, Rasulullah SAW juga mengecam keras tindakan tercela ini. Kecaman atas praktik suap ini dimaknai oleh para ulama sebagai sebuah larangan sebagaimana riwayat sejumlah perawi berikut ini:
عن عبد الله بن عمرو قال لَعَنَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ الرَّاشÙÙŠÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙØ±Ù’تَشÙÙŠÙŽ
Artinya, “Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap,” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Praktik suap ini tidak hanya melibatkan penerima dan pemberi suap. Praktik ini juga memasukkan di dalamnya pihak perantara keduanya. Artinya, pihak ketiga yang menjadi perantara juga termasuk orang yang mendapat kecaman Rasulullah SAW sebagai keterangan Al-Habib Abdullah bin Husein Ba‘alawi:
وقَدْ لَعَنَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ الرَّاشÙÙŠÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙØ±Ù’تَشÙÙŠÙŽ ÙˆØ§Ù„Ø±Ù‘ÙŽØ§Ø¦ÙØ´ÙŽ ÙˆÙ‡Ùˆ السَاعÙÙŠ بَيْنَهÙمَا
Artinya, “Rasulullah SAW melaknat orang yang melakukan penyuapan, yang menerima suap, dan orang yang menjadi perantara antara keduanya,” (Lihat Al-Habib Abdullah bin Husein Ba‘alawi, Is‘adur Rafiq wa Bughyatus Shadiq, Surabaya, Al-Hidayah, tanpa keterangan tahun, juz II, halaman 100).
Sampai di sini jelas bahwa praktik suap adalah dosa besar dan perbuatan tercela dalam syariat Islam. Dengan keterangan ini jelaslah bahwa tidak ada istilah suap syari atau uang sogok syari karena pada prinsipnya risywah itu adalah haram sebagaimana tidak ada zina, judi, pembunuhan, dan kezaliman syari.
Tetapi ada kondisi di mana sistem lembaga atau sistem sosial yang memaksa anggota masyarakat untuk melakukan praktik suap atas sebuah layanan atau imbalan tertentu yang sebenarnya tidak dibenarkan juga dalam hukum positif yang berlaku. Masalah ini juga yang salah satunya diangkat dalam Muktamar Ke-31 NU di Asrama Haji Donohudan Kabupaten Boyolali pada 29 November-1 Desember 2004 pada Sidang Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Waqi’iyyah, yaitu perihal penyuapan dalam penerimaan PNS.
Para muktamirin ketika itu dihadapkan pada pertanyaan bagaimana hukum memberi dan menerima sesuatu agar diterima sebagai PNS dan semacamnya?
Para kiai peserta muktamar ketika itu menjawab bahwa pemberian sesuatu untuk menjadi PNS dan semacamnya adalah risywah (suap). Pada dasarnya risywah itu hukumnya haram, kecuali untuk menegakkan kebenaran atau menolak kebatilan, maka tidak haram bagi pemberi dan tetap haram bagi penerima.
أو ليØÙƒÙ… له بØÙ‚ أو Ù„Ø¯ÙØ¹ ظلم أو لينال ما يستØÙ‚Ù‡ ÙØ³Ù‚ الآخذ Ùقط ولم يأثم المعطي لاضطراره للتوصل Ù„ØÙ‚ بأي طريق كان