BANTEN - Ikatan Guru Indonesia (IGI) Provinsi Banten meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten agar bisa bersikap adil, dalam memberikan tunjangan kinerja (Tukin) kepada seluruh ASN dilingkungan Pemprov Banten, khususnya kepada guru yang selama ini telah mengabdikan dirinya sebagai pengajar.
Hal itu menyusul, antara tukin yang diterima guru lebih kecil jika dibandingkan dengan tukin diterima ASN strukural lainnya yang bekerja di OPD-OPD dilingkungan Pemprov Banten. Meski pangkat atau golongan sama. Namun, tukin yang diterima guru nilainya lebih kecil dibanding dengan tukin yang diterima ASN struktural.
Padahal, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Provinsi Banten Harjono mengatakan, jika melihat beban kerja para guru sama dengan ASN struktural lainnya, baik secara waktu dan tuntutan kerjanya. Namun kenyataannya, hingga saat ini, sambung Harjono, tukin yang diterima guru lebih kecil jika dibandingkan dengan tukin yang diterima ASN struktural.
“Tukin, terjadi perbedaan antara guru dengan struktural. Meskipun dari jabatan dan pangkat golongan yang sama, sehingga dilapangan terjadi ya semacam guru itu dianak tirikan, karena ada perbedaan tadi,” kata Harjono, kepada www.topmedia.co.id baru-baru ini.
Menurutnya, perbedaan angka pada tukin yang diterima guru dengan ASN struktural ini sudah terjadi sejak lama serta statusnya sama-sama pegawai Pemprov Banten. Namun, guru ASN masih belum mendapat hak atau tukin yang sama dengan ASN struktural. Jika digabungkan dengan sumber pendapatan lainnya dari dana sertifikasi, itu pun jumlahnya masih belum sesuai.
Harjono mencontohkan, untuk seorang guru dari golongan IIIa hanya mendapat tukin setiap bulannya berkisar Rp 2,5 juta dengan dana sertifikasinya senilai satu bulan gaji, sehingga total keseluruhannya berkisar Rp 5 jutaan. Sedangkan untuk ASN struktural untuk golongan yang sama, bisa memperoleh Rp 7 jutaan setiap bulannya.
“Jauh bedanya. Jika pun ditambah dengan sertifikasi, tukin guru masih kalah jauh dengan yang diterima struktural. Iya (ada selisih Rp 2 juta setiap bulannya),” katanya.
Adapun sambung Harjono, Pemprov Banten beralasan, ketimpangan tersebut bisa ditutupi dari dana sertifikasi, meski pada kenyataannya hal belum sesuai harapan.
“Dan selama ini yang menjadi alasan, guru mendapatkan sertifikasi alasannya,” katanya.
Padahal, masih kata Harjono, antara tukin dengan dana sertifikasi ini, jelas-jelas jelas berbeda, tukin dananya bersumber dari APBD, sedangkan sertifikasi sumbernya dari pusat.
Selain pemberian tukin juga sifatnya adalah melekat atau secara otomatis diberikan kepada ASN, sedangkan sertifikasi bagi guru baru bisa diperoleh setelah melalui serangkaian ujian jika ingin mendapatkannya.
“Dan itupun sebenarnya tidak semua guru mendapatkan sertifikasi. Untuk mendapatkan sertifikasi itu tidak mudah, tidak ujug-ujug nempel (diberikan) kepada guru seperti halnya tukin yang otomatis,” katanya.
Berkaca dari daerah lainnya, seperti DKI Jakarta yang telah memberikan tukin kepada guru yang nilainhya cukup besar, meski guru bersangkutan juga memperoleh dana sertifikasi. Melihat hal tersebut, sambung Harjono, pihaknya berharap kedepan nantinya Pemprov Banten bisa menaikan angka tukin bagi guru.
Ketua Komisi V DPRD Banten Yerimia Mandrofa mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari BKD Banten terkait adanya ketimpangan yang diterima ASN fungsional dalam hal ini guru dengan ASN struktural. Dimana, BKD Banten saat ini tengah menge-evaluasi berdasarkan beban kerja dan kelas jabatan para guru agar tukinnya bisa dinaikan.
“Mudah-mudahan ada solusi kedepan dan ini sudah dijawab oleh kepada BKD,” katanya.