تÙلْكَ صَلاَة٠الْمÙنَاÙÙÙ‚Ù ÙŠÙŽØ¬Ù’Ù„ÙØ³Ù ÙŠÙŽØ±Ù’Ù‚ÙØ¨Ù الشَّمْسَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَى٠الشَّيْطَان٠قَامَ Ùَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ ÙŠÙŽØ°Ù’ÙƒÙØ±Ù اللَّهَ ÙÙيهَا Ø¥Ùلاَّ Ù‚ÙŽÙ„Ùيلاً
“Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat ‘Ashar empat raka’at. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit.” (HR. Muslim no. 622).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa hanya meluangkan untuk berdzikir sesaat dan mepet dengan waktu berakhirnya ibadah. Shalat mereka pun dikerjakan dalam keadaan malas, dan mereka berat melaksanakannya.
Munafik Karena Tak Pernah Shalat Jama’ah di Masjid
Sifat shalat orang munafik lainnya disebutkan dalam perkataan para ulama berikut.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَقَدْ رَأَيْتÙنَا وَمَا يَتَخَلَّÙ٠عَنْهَا Ø¥Ùلاَّ Ù…ÙنَاÙÙÙ‚ÙŒ مَعْلÙوم٠النّÙÙَاق٠وَلَقَدْ كَانَ الرَّجÙÙ„Ù ÙŠÙØ¤Ù’تَى بÙÙ‡Ù ÙŠÙهَادَى بَيْنَ الرَّجÙلَيْن٠ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙقَامَ ÙÙÙ‰ الصَّÙÙ‘Ù
“Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan shalat jama’ah hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena bahayanya meninggalkan shalat jama’ah sedemikian adanya, ada seseorang sampai didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa masuk dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654).
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Seseorang yang meninggalkan shalat jama’ah menunjukkan akan beratnya dia menjalankan shalat. Ini pertanda bahwa hatinya terdapat sifat kemunafikan. Untuk lepas dari sifat tersebut, marilah menjaga shalat jama’ah.” (Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Maram, 3: 365)
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyatakan,
ÙƒÙنَّا Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ Ùَقَدْنَا الإÙنْسَانَ ÙÙÙŠ ØµÙŽÙ„Ø§ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ø¹ÙØ´ÙŽØ§Ø¡Ù Ø§Ù„Ø¢Ø®ÙØ±ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù„ØµÙ‘ÙØ¨Ù’ØÙ أَسَأْنَا بÙه٠الظَّنَّ
“Jika kami tidak melihat seseorang dalam shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh, maka kami mudah untuk suuzhon (berprasangka jelek) padanya” (HR. Ibnu Khuzaimah 2: 370 dan Al Hakim 1: 211, dengan sanad yang shahih sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab. Lihat Minhatul ‘Allam, 3: 365)
Ibrahim An Nakha’i rahimahullah mengatakan,
ÙƒÙŽÙÙŽÙ‰ عَلَماً عَلَى النّÙÙَاق٠أَنْ ÙŠÙŽÙƒÙوْنَ الرَّجÙل٠جَارَ Ø§Ù„Ù…Ø³Ù’Ø¬ÙØ¯ ØŒ لاَ ÙŠÙØ±ÙŽÙ‰ ÙÙيْهÙ
“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid” (Fathul Bari karya Ibnu Rajab 5: 458 dan Ma’alimus Sunan 1: 160. Lihat Minhatul ‘Allam, 3: 365).